Tuesday, December 6, 2011

Dia

Dalam keheningan seorang wanita paruh baya bertanya kepada sang lelaki yang duduk di atas kursi beralaskan permadani bermata hijau berkilauan  "Hendak kemana kau?" Maka jawabnya hanya "Mau tau saja"
Sesak, sepenggal terdengar hembusan nafas wanita dengan rambut hampir seluruh berwarna tidak hitam, dengan jalan tertatih tidak tegap, dengan pinggul seolah ingin selalu berbaring
"Tak ingat kah kau dulu? Hendak kemana rupamu diberi jika kau tak peduli?"
lelaki itu berseri membela, "Karena ada Tuhan! Bukan karena siapa siapa!'


Malu kau malu, tiga puluh tahun lalu ingat rupawan di sebuah gubuk kecil beratapkan jerami kecoklatan, terdengar suara merdu mengemas kan menggelegar-kan, azan dikumandangkan, dan tampak bersih sunyi dia yang hadir di dunia. Ya, dia. Kemudian dikepitkan nya dan diberi minum dari nya, akan kah teringat masa itu ketika dia belum bisa menggertak, membantah, berteriak kasar. Kalau saja tak diberi, maka dia akan mati kelaparan, menerjang seperti gadis korek api di tengah salju tanpa nya semua, hampa. Sendang seperti rebana memecah kedamaian terapi, dia yang dulu dikandung lupa akan dirinya, yang mengandung selama sembilan bulan. 


Berapa dasawarsa dihabiskan untuk memperoleh kebahagian semu, disekolah kan,namun tak balik ketika sudah mendapat upah. Upah nya hanya untuk istri kaya nya, yang berfoya foya dan anak nya yang tak lain tak bukan menjadi cucu nya pun tak mengetahui dia siapa. Kalau saja bukan, dan kalau saja tidak pernah dia mengalami hal ini, tak pernah. Ditaruh nya dia di kamar pengap beralaskan jerami dengan ukuran empat kali empat, tidak ada apa apa selain kain, maksud hati tidak ada bahan kapuk di antaranya. Yah, begitu kenyataan.


Mereka lah terkadang juga, tak pernah menganggapnya. Lupa diri. Mungkin. Iya benar kata dia, tak pernah dia dapat makanan baru dari loyang atau panggangan dengan asap dan bau yang masih mengepul dan khas. Tidak pernah. Hanya sisa dari piring kotor. Kalau ditanya berapa lama, maka berpuluh tahun jawab dia. Ya, seakan, labu lupa karena laba nya. Hendaknya berperangai terpuji, tak kunjung kau dapat sesal keesokan hari. Dia yang selama ini bersama mu mengorbankan seluruhnya, namun mengapa dia kini bersama mu tak kunjung kau korbankan dia. Tanya siapa? tanyalah dirimu sendiri atas jawaban dia.


Kinanthi Husodo-

No comments:

Post a Comment